Suatu hari penulis mempunyai inspirasi untuk mendalami sebuah ilmu alam
semesta. Tiba-tiba saja penulis tergerak keluar rumah untuk mengamati
beberapa fenomena faktual empiris yang terjadi di lingkungan rumah.
Penulis melakukan eksplorasi dan pengamatan meluas terhadap
perubahan-perubahan fisik yang terjadi di alam depan rumah tempat
diskusi rekan-rekan seperjuangan. Di depan rumah berlantai dua tersebut
sambil mendengarkan kicauan burung Kutilang (Pycnonotus aurigaster)
yang hinggap di pohon mangga, pikiran penulis mengajak untuk
beraktivitas mencermati segala sesuatu yang ada di halaman berukuran
kurang lebih 10 meter persegi itu. Penulis langsung mengambil kamera
untuk memotret beberapa varieties flora maupun fauna yang ada di taman
tersebut. Penulis merekam dalam memori otak bahwa segala tanaman yang
tumbuh di halaman itu tidak semuanya berbuah. Ada tumbuhan yang berbuah
maupun yang tidak. Tumbuhan yang berbuah diantaranya pohon mangga,
rambutan, Blimbing, Srikaya, Cabai, Terong, Gambas, dan lainnya.
Sementara pohon yang tidak berbuah seperti Ketela, Kangkung, bunga
Melati, Bambu, serta tanaman hias yang penulis tidak mengetahui namanya.
Penulis juga baru sadar ternyata banyak sekali kehidupan ekosistem di
tengah-tengah perumahan tersebut.
Tanaman yang ada di pekarangan tersebut
terbagi atas dua model kehidupan. Maksudnya bahwa ada tanaman yang
sengaja penulis dan rekan budidayakan dari bibit sampai berbuah,
sementara yang lainnya tanaman tumbuh liar. Untuk tanaman yang
dibudidayakan mendapat perhatian khusus dalam perawatan hidupnya
tanaman. Satu sisi lainnya jarang mendapatkan perlakuan tetapi semuanya
dapat hidup berdampingan dengan perbedaan jenis maupun ordo tanaman
tersebut. Banyak sekali tumbuhan maupun jenis rumput yang tumbuh dengan
sendirinya di lingkungan tersebut sehingga menjadikan taman ini menjadi
hijau dan sejuk. Untuk tanaman yang ditanam secara langsung, penulis
mempunyai catatan dan rekam jejak tumbuh kembang pohon tersebut. Penulis
menjadi saksi kehidupan beberapa tanaman dari awal biji yang dibeli
dari pasar hingga saat ini menjadi buah atau sayur yang bisa dikonsumsi
manusia. Contoh tanaman tersebut adalah tanaman gambas (Luffa acutangula)
dan cabai (). Penulis benar-benar menjadi pelaku penanaman benih gambas
dan cabai tersebut. Sekitar tiga bulan yang lalu atau 2.592.000 detik
yang lalu penulis meletakkan bijih gambas dalam olahan tanah pekarangan
itu. Penulis memberikan siraman air pada waktu pagi maupun siang
walaupun tidak begitu konsisten. Alhasil, waktu terus berjalan dan hari
ini tanaman gambas sudah tumbuh lebat dan menempel pada pohon blimbing
yang tersorot matahari. Beberapa hari yang lalu rekan penulis sudah
mulai panen Sayur Gambas tersebut untuk dimasak bersama-sama. Ada sebuah
perubahan kehidupan dalam diri tanaman-tanaman tersebut.
Setelah sejenak melakukan eksplorasi
tersebut, penulis bergegas merefleksikan temuan tersebut dalam arsip
memori pikiran ilmu alam semesta. Ada beberapa pertanyaan yang langsung
muncul dalam benak penulis. Perubahan benih menjadi tanaman menjulang
tinggi serta berbuah pada masanya itu merupakan fakta konkrit bahwa
tanaman itu hidup. Pertanyaanya adalah siapa dibalik eksistensi
kehidupan perubahan tanaman-tanaman tersebut? Perubahan yang tiga bulan
lalu masih dalam bentuk benih dan tertimbun tanah, hari ini berubah
menjadi pohon kokoh dan berbuah dimana didalamnya ada benih tanaman itu.
Siapa yang mengajarkan pohon untuk mencari ruang terang sinar matahari
untuk proses fotosintesis? Apa atau siapa yang menjadi pengendali
kehidupan ekosistem alam pekarangan depan rumah?
Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut, penulis mencoba mendalami ilmu eksistensi materi. Eisntein
menyatakan bahwa eksistensi materi meliputi tiga hal yaitu dimensi
ruang, masa dan waktu. Neurotransmitter penulis terus menghubungkan
sinap-sinaps dendrite untuk mencari pola hubungan interaksi eksistensi
alam semesta tersebut. Sebuah insight,
penulis mengingat kata Tuhan. Tuhan yang Maha absolut, yang mempunyai
hidup dan kehidupan. Penulis mengungkit rekaman memori terhadap beberapa
kearifan universal di Nusantara seperti Tri Hita Karana. Sebuah
disiplin keilmuan eksistensi yang meliputi dimensi Tuhan, Manusia dan
Alam semesta. Ketiga hal itu tidak bisa dipisahkan. Masing-masing harus
dipahami dan disadarkan agar menjadi satu kesatuan utuh pemahaman atau manunggaling kawula gusthi.
Dari sinilah penulis tersadar bahwa Tuhan sebagai Sang Kholik
menciptakan makhluk yaitu manusia dan alam semesta dengan akhlak
penciptaanya. Manusia sebagai makhluk paling istimewa yang Tuhan
ciptakan mempunyai peran dan fungsi fundamental untuk mengelola alam
semesta sebagaimana kehendak dari Tuhan Yang Maha Menciptakan. Tugas
berat manusia adalah memahami Tuhan-Nya agar selalu dekat dan tidak
melanggar segala kehendak dan perintah-Nya.
Dimensi Tuhan
Barang siapa mengenal dirinya, dia akan mengenal Tuhannya. Inilah
jargon para filosof yang menganggap bahwa manusia itu makhluk terunik di
bumi ini. Kemampuan manusia untuk mengenal Tuhan menjadi kunci setiap
perjalanan kehidupannya. Pertanyaannya adalah bagaimana kita mengenal
Tuhan? Bukankah dia itu Maha Ghoib, tidak kelihatan tetapi Ada. Untuk
mencoba menguraikan dan menjawab pertanyaan ini, kita kembali
menganalogikan kisah perjalanan tanaman di pekarangan rumah.
Tanaman-tanaman yang ada di pekarangan itu tumbuh dan berkembang.
Awalnya berupa benih, kemudian berubah menjadi pohon dengan tinggi 1 cm,
5 cm, 15 cm dan sekarang sudah lebih dari 2 meter serta berbuah dimana
menghasilkan benih didalam dirinya. Penulis mencermati pertumbuhan
tanaman itu dan disana tidak muncul atau kelihatan ‘gentayangan’ dari
Sang Maha Memberi Hidup. Tuhan tidak kelihatan pada saat mengendalikan
tumbuhnya tanaman. Tidak ada hal-hal aneh atau penampakan dari diri
Tuhan didepan rumah penulis. Ada sebuah kekuatan maha dahsyat kasat mata
yang mampu merubah dan menghidupi fenomena alam di lingkungan tersebut.
Dialah Tuhan Yang Maha Esa.
Dari analogi dan pendekatan itulah
kemudian memahami akan sebuah eksistensi Tuhan. Tuhan yang menghidupi
flora maupun fauna itu mempunyai dimensi yang sangat berbeda dengan
makhluk ciptaannya. Ada beberapa informasi mengenai dimensi Tuhan itu
yang disampaikan melalui kitab-kitab Tuhan. Banyak sekali Tuhan
menjelaskan dirinya dalam tulisan-tulisan berbagai bahasa. Tuhan
menjabarkan dirinya agar manusia mengakui eksistensi diri-Nya yang
sangat esensial. Dari studi triangulasi kodefikasi kitab-kitab Tuhan,
maka penulis menemukan beberapa dimensi dari Tuhan Yang Maha Esa.
Beberapa dimensi Tuhan diantaranya bahwa Tuhan itu berbeda dengan
makhluknya. Tuhan tidak bisa disamakan dengan segala ciptaanya apapun di
muka bumi ini. Tuhan bukan seperti tanaman rambutan maupun burung
kutilang serta benda apapun yang mewujud di muka bumi ini.
Kedua, Tuhan itu tidak bisa djangkau
dengan pandangan mata manusia. Manusia mau menggunakan alat mikroskop
paling canggih semodel apapun tidak akan pernah bisa melihat Tuhan. Dia
sudah menyatakan bahwa Dirinya itu ghoib atau tidak terlihat oleh panca
indera. Ketiga, Tuhan itu lebih dekat dengan pikiran manusia. Tuhan
mempunyai sifat-sifat kebenaran universal alam semesta. Ilmu Tuhan ada
disetiap perwujudan konkrit benda-benda di tata surya ini. Tuhan lebih
dengan dengan pikiran bermakna bahwa hendaknya sifat unggul dari Tuhan
itu ada dalam diri manusia. Manusia menjadi realisator dari
rencana-rencana Tuhan, itulah makna Tuhan dekat dengan pikiran manusia.
Keempat, Tuhan itu tidak pernah mengantuk dan tidak pernah tidur. Itulah
kenapa para utusan Tuhan bukan menjadi Tuhan, karena ada perbedaan
kekuatan dan eksistensi antara Tuhan dengan manusia. Manusia pasti tidur
dan banyak mengantuk dalam setiap aktivitas kesehariannya. Kelima,
dimensi Tuhan ada dimana-mana dan selalu ada bersama kita. Kita tidak
pernah sendiri, selalu ada Tuhan. Begitu juga dengan burung kutilang
yang selalu hinggap di depan rumah dengan kicauannya selalu bersama
Tuhan. Tuhan selalu mengawasi segala perilaku makhluknya termasuk
manusia ataupun tumbuh kembang pohon cabai yang ada di pekarangan rumah.
Tuhan ada dimana-mana dan kursi Tuhan meliputi alam semesta karena Dia
semuanya yang mengendalikan dan mengatur pola konektivitas antara
makhluknya yang saling tergantung dan saling membutuhkan.
Itulah dimensi-dimensi Tuhan, Dia akan
selalu ada bersama kita yang sedang menjalani kehidupan. Tuhan yang
secara eksistensi tidak tampk dan kasat panca indera tetapi dia selalu
mengawasi kemanapun dan dimanapun kita berada. Manusia terikat oleh
kuasa Tuhan-Nya. Dengan memahami dimensi Tuhan maka kita akan mengetahui
bagaimana cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Sesuatu pendekatan
yang ilmiah universal untuk menjadi hamba-Nya yang kenal dengan
pencipta-Nya.
Sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Mengenal Tuhan tidaklah cukup sekedar memahami dimensinya. Jauh lebih
dari itu harus mengenal sifat-sifat utama Tuhan. Dalam beberapa
referensi ada yang menyampaikan bahwa Tuhan itu mempunyai 99 sifat
utama. Namun demikian, sifat utama dari Tuhan adalah Maha Pengasih dan
Maha Penyayang. Hampir dalam setiap kitab-kitab Tuhan, sifat utama Dia
adalah kasih sayang. Pertanyaannya adalah kenapa dua sifat utama itu
yang Tuhan eksistensikan? Apa bedanya antara pengasih dan penyayang? Dua
sifat utama itulah yang selalu Tuhan wujudkan dalam mengelola milyaran
makhluk ciptaanya. Atas landasan itulah Tuhan itu menghidupi makhluknya
yang ada di langit maupun di bumi. Dia selalu mengasihi dan manyayangi
dan Dia tidak pernah menzolimi makhluknya. Ada perbedaan fundamental
dari kedua sifat Tuhan tersebut. Tuhan Maha Pengasih mempunyai makna
bahwa Tuhan itu selalu mengasihi secara fisik kepada makhluk ciptaanya.
Perwujudan atau manifestasi Tuhan
sebagai Ar-Rahman adalah Dia selalu memberikan kebutuhan-kebutuhan fisik
material kepada makhluknya. Dia menciptakan sinar matahari, udara, air,
api untuk keperluan manusia dan makhluk lainnya. Siklus rantai makanan
merupakan fakta konkrit bagaimana Tuhan mempunyai sifat Maha Pengasih
kepada makhluk ciptaanya. Itulah makna esensi dari maha Pengasih,
selalu member tak harap kembali. Tuhan Maha Penyayang mempunyai makna
bahwa Tuhan selalu menyayangi seluruh ciptaanya. Perwujudan dari
Ar-Rahim adalah Dia mengajarkan ilmu kepada makhluknya. Tuhan
mengajarkan ilmu yang sifatnya nilai atau esensi. Sebagai contoh
manifestasi Maha Pengasih, Tuhan mengajarkan bagaimana burung itu
terbang. Dia mengajarkan lebah untuk mencari tempat berlindung di
bukit-bukti. Tidak kalah penting bahwa manusia, selalu diajarkan ilmu
oleh Tuhan untuk mengelola alam semesta. Itulah makna Maha Penyayang,
Dia menyayangi manusia dengan mengutus orang-orang pilihannya untuk
mengajarkan hidup dan kehidupan alam universal ini. Perbedaan utama dari
maha pengasih dan penyayang adalah terletak pada bentuk manifestasi
Tuhan yang dia berikan baik secara fisik maupun secara nilai. Tuhan
tidak pernah hanya memberikan udara untuk bernafas tetapi dia juga akan
selalu mengajarkan nilai ilmu kepada manusia yang bernafas.
Pemahaman manusia akan sifat utama Tuhan
Maha Pengasih dan Maha Penyayang menuntut kita untuk berlaku dan
bertindak atas landasan tersebut. Orang selalu berbasmallah atau
mengatasnamakan Tuhan Yang Maha Esa mempunyai konsekuensi segala
pemikiran, perkataan dan perbuatan berdasar sifat utama pengasih dan
penyayang. Salah satu perwujudan manusia yang telah menggenapi sifat
utama itu adalah orang tua. Orang tua selalu melakukan sesuatu dengan
kasih. Perwujudan Maha Pengasih manusia adalah selalu memberikan makanan
fisik kepada anaknya. Tetapi hal itu tidaklah cukup. Orang tua harus
memberikan sifat sayangnya kepada anak yaitu dengan mengajarkan suatu
ilmu atau nilai kepada diri anak. Itulah manusia yang berjalan
berdasarkan atas nama Tuhan. Kita sebagai manusia dewasa hendaknya
sebelum melakukan sesuatu dilandasi spirit pengasih dan penyayang. Kita
harus memberikan pelayanan kepada manusia lainnya secara materi sebagai
bentuk kasih dan kita juga harus selalu mengajarkan kebenaran universal
sebagai manifestasi sifat pengasih. Itulah harapan Tuhan terhadap
orang-orang yang mengatasnamakan dirinya dalam setiap aktivitas.
Pantulkan jiwa kasih dan sayang dalam setiap keluar dari rumah dan pada
saat bertebaran dimuka bumi.
Prinsip Penciptaan Tuhan
Setelah kita mengenal dimensi dan sifat Tuhan maka berikutnya adalah
memahami prinsip penciptaan Tuhan. Tuhan mempunyai aturan yang mengikat
dirinya dalam setiap menciptakan suatu kejadian. Dia mempunyai hukum
universal dalam setiap menjadikan sesuatu yang tidak ada menjadi ada.
Diatas prinsip penciptaan itulah Dia merealisasikan seluruh kejadian
benda-benda konkrit yang ada di alam semesta. Untuk memhamai prinsip
yang berjalan dalam setiap Dia menciptakan sesuatu maka pendekatan yang
digunakan adalah penciptaan tanaman-tanaman yang ada di pekarangan
rumah. Penulis merekam dan memahami setiap tumbuh kembang tanaman cabai
dan sayur gambas. Ada beberapa kaidah-kaidah ilmiah yang ditunjukkan
oleh tanaman sehingga menhasilkan sebuah sintesa akan prinsip-prinsip
dari Sang pencipta tanaman dalam dia mengatur tumbuhan tersebut. Ada
empat prinsip penciptaan yang dapat penulis rekam dan analisis dari
fenomena karya Tuhan di tanaman tersebut.
Pertama, prinsip manajemen yaitu bahwa
Tuhan selalu menciptakan sesuatu itu ada perencanaan, pelaksanaan dan
kejadian. Itulah yang tersimpul dari tanaman, bahwa Tuhan merencanakan
tanaman mlinjo keluar buah mlinjo, bijih gambas berbuah gambas, dan biji
capai menghasilkan cabai. Aktivitas tanaman menunjukkan adanya sebuah
pelaksanaan dalam dirinya. Tanaman itu harus terikat oleh dimensi waktu 3
bulan untuk merubah darinya dari benih cabai menjadi pohon besar
kemudian menghasilkan cabai rawit kuning. Penulis baru bisa merasakan
pedasnya cabai dan gurihnya sayur gambas setelah menunggu waktu cukup
lama yaitu tiga bulan. Itulah prinsip manajemen kun-faya-kun, jadilah
maka jadi. Jadi sebuah perencanaan, dilaksanakan dalam suatu proses
perjuangan dan jadilah sesuai dengan apa yang direncanakan. Semuanya
tidak ada yang bersifat mistis abakadabra, Tuhan menciptakan cabai dan
gambas maupun srikaya terikat oleh proses waktu yang harus dilaluinya.
Tidak ada yang tiba-tiba, tidak ada tanaman di pekarangan penulis yang
hari ini ditabur benih seminggu berikutnya sudah berbuah. Sesuatu yang
mustahil dan melanggar hukum penciptaan tuhan.
Kedua adalah prinsip penciptaan berupa
kesepasangan. Sebagaimana dalam Tuhan menciptakan tanaman-tanaman yang
ada di depan rumah, dalam masa perkembangannya ada tanaman yang
tumbuhnya cepat dan lambat. Ada yang tetap eksis hidup tetapi ada juga
yang mati. Diakhir masa berbuah ada pohon cabai yang berbuah tetapi ada
juga yang tidak berbuah. Itulah prinsip kesepasangan bahwa Tuhan
menciptakan suatu kejadian di alam semesta ini secara kesepasangan. Dia
ciptakan manusia yang pandai-bodoh, tinggi-rendah, sehat-sakit. Alam pun
diciptakan berpasang-pasangan seperti gelap-terang, siang-malam.
Kahidupan sosial juga Tuhan ciptakan secara bergantian yaitu ada jaman
berkat-kutuk, tegak-runtuh, kaliyoga-kertayoga, chaos-cosmos dan lain
sebagainya. Kesepasangan ini diciptakan untuk fungsi saling melangkapi
bukan saling meniadakan. Itulah perwujudan keadilan Tuhan yang selalu
mempergilirkan kesepasangan kehidupan.
Prinsip yang ketiga adalah prinsip
struktural. Prinsip hukum penciptaan ini merupakan sebuah sistematika
bertingkat dalam Tuhan menciptakan kejadian. Tanaman cabai yang ada di
rumah menjadi buktinya. Pada awal penanamannya tidak tiba-tiba di tanam.
Tetapi melalui serangkaian proses kegiatan yang meliputi pencangkulan,
pengolahan tanah, pemupukan, penyemaian, penyiraman, perawatan, tumbuh
kembang, berbuah dan akhirnya layu dan mati setelah berbuah. Itulah
kronologis sistemik penciptaan Tuhan. Dia selalu berjalan berdasar
aturan tingkatan dalam aktivitasnya. Alam sosial juga demikian adanya,
struktur kepemimpinan adalah menifestasi hukum structural dari Tuhan.
Untuk bisa mengendalikan jutaan manusia Nusantara dibutuhkan sebuah
structural kepemimpinan yang menata kelola sistem hidup bersama yang
sistemik dan berkelanjutan. Prinsip yang keempat adalah prinsip
keseimbangan. Tuhan selalu menciptakan sesuatu dengan seimbang. Seimbang
bukan berarti sama rata. Dia memberikan beban tumbuhan sesuai dengan
prosi kekuatan tumbuhan. Sesuatu akan rusak jika diciptakan dalam
kondisi yang tidak seimbang. Tanaman melon yang pernah ditanam oleh
penulis dan rekan semuanya mati sebelum berbuah karena ketidakseimbangan
kadar air dan asam karena curah hujan yang tinggi. Begitu juga dengan
beberapa tanaman yang kekurangan pupuk menjadikannya tidak subur dan
lambat berkembang. Itulah empat prinsip penciptaan Tuhan. Diatas prinsip
manajemen, kesepasangan, structural dan keseimbangan itulah Tuhan
menciptakan segala sesuatu yang mewujud di alam makrokosmos ini.
Belajar dari fenomena etik tumbuhan
flora yang menghasilkan temuan dimensi, sifat dan prinsip penciptaan
Tuhan maka ada relevansi yang besar untuk manusia pahami dalam menjalani
kehidupan ini. Manusia yang telah mengenal tuhan dari dimensinya makan
akan lebih mudah dalam rangka mendekatkan dirinya kepada Sang Pencipta.
Manusia tidak lagi bingung untuk mencari dimana Tuhan itu sembunyi.
Karena hakikatnya Tuhan itu sangat dekat dengan manusia dan ada
dimana-mana. Pemahaman yang benar akan dimensi Ketuhanan akan menjadikan
manusia melakukan sesuatu berlandaskan sifat Ketuhanan. Manusia
bijaksana akan selalu mengatasnamakan Tuhan dalam setiap perilakunya.
Dia akan mengejawantahkan dirinya seperti halnya sifat Tuhan. Kita harus
melandasi pemikiran, perkataan dan perbuatan atas nama Tuhan Yang maha
Pengasih dan maha Penyayang. Sifat pengasih dan penyayang akan
menjadikan manusia super. Manusia yang selalu member tak harap kembali
dan selalu menyayangi makhluk ciptaan lainnya. Perwujudan kedua sifat
itu dilakukan dengan perngorbanan harta dan jiwa. Dengan harta manusia
akan memberikan sifat kasihnya secara materi kepada sesame sementara
berkorban dengan jiwa diwujudkan dengan selalu mengajarkan ilmu sebagai
infiltrasi sifat sayangnya kepada manusia lain.
Manusia yang mendalam ilmunya tentang
dimesi Tuhan dan selalu melandasi sifat kasih sayang akan mudah dalam
menciptakan sesuatu dalam hidupnya. Manusia adalah makhluk yang paling
hebat. Setiap satuan detik selalu menghasilkan sebuah perubahan atau
kejadian. Manusia selalu menciptakan sesuatu untuk memfasilitasi
hidupnya. Dalam penciptaan kejadian atau benda-benda konkrit itulah
manusia harus selalu berdasarkan empat prinsip penciptaan. Manusia dalam
membuat sebuah produk apapun namanya selalu menggunakan prinsip
manajemen, kesepasangan, struktural dan keseimbangan.
Itulah dimensi, sifat dan prinsip
penciptaan Tuhan yang ditampakkan dari fenomena tanamanan depan
pekarangan. Manusia dapat mengambil pelajaran dengan memaksimalkan panca
inderanya. Dialam semesta itulah Tuhan menggelar dan menyimpan rahasia
ilmuNya. Tujuan utama Tuhan merahasiakan ilmu itu agar manusia selalu
mengaktifkan dendrite dan neuron serta neurotransmitter pikirannya.
Ketika manusia sudah menemukan ilmuNya maka semakin dekatlah dia dengan
Tuhan. Semakin tidak pernah menggunakan akal pikirannya maka semakin
jauhlah dengan Tuhan. Hanya manusia-manusia pilihan yang akan mengenal
Tuhan. Dia berkehendak kepada siapa saja yang mau berusaha mencarinya.
Kita berjalan mencari Tuhan, Tuhan berlari mendekati kita. Itulah
hakikat Tuhan menciptakan manusia, berharap bahwa manusia sadar akan
tujuan utama diciptakan untuk menjadi potret dan gambar diriNya. Menjadi
manusia paripurna dengan ilmu Tuhan transenden dan immanent dalam diri
manusia yang akan menjadi wakilnya untuk mengelola alam semesta yang
diciptakan-Nya. Menjadi solusi alternatif terhadap krisis multidimensi
yang melanda lintas benua bahkan jagad raya. Itulah manusia yang dekat
dengan Tuhan, mempunyai sifat kasih dan sayang serta berjalan diatas
prinsip penciptaan Tuhan.
Sumber : www.gafatar.or.id
Penulis : Heru Mulyantoro, M.Pd., (Sekretaris DPD GAFATAR Jawa Tengah)