Translate

Saturday, 6 July 2013

Mengenal Tuhan Melalui Alam

Fenomena Flora Fauna


Suatu hari penulis mempunyai inspirasi untuk mendalami sebuah ilmu alam semesta. Tiba-tiba saja penulis tergerak keluar rumah untuk mengamati beberapa fenomena faktual empiris yang terjadi di lingkungan rumah. Penulis melakukan eksplorasi dan pengamatan meluas terhadap perubahan-perubahan fisik yang terjadi di alam depan rumah tempat diskusi rekan-rekan seperjuangan. Di depan rumah berlantai dua tersebut sambil mendengarkan kicauan burung Kutilang (Pycnonotus aurigaster) yang hinggap di pohon mangga, pikiran penulis mengajak untuk beraktivitas mencermati segala sesuatu yang ada di halaman berukuran kurang lebih 10 meter persegi itu. Penulis langsung mengambil kamera untuk memotret beberapa varieties flora maupun fauna yang ada di taman tersebut. Penulis merekam dalam memori otak bahwa segala tanaman yang tumbuh di halaman itu tidak semuanya berbuah. Ada tumbuhan yang berbuah maupun yang tidak. Tumbuhan yang berbuah diantaranya pohon mangga, rambutan, Blimbing, Srikaya, Cabai, Terong, Gambas, dan lainnya. Sementara pohon yang tidak berbuah seperti Ketela, Kangkung, bunga Melati, Bambu, serta tanaman hias yang penulis tidak mengetahui namanya. Penulis juga baru sadar ternyata banyak sekali kehidupan ekosistem di tengah-tengah perumahan tersebut.



Tanaman yang ada di pekarangan tersebut terbagi atas dua model kehidupan. Maksudnya bahwa ada tanaman yang sengaja penulis dan rekan budidayakan dari bibit sampai berbuah, sementara yang lainnya tanaman tumbuh liar. Untuk tanaman yang dibudidayakan mendapat perhatian khusus dalam perawatan hidupnya tanaman. Satu sisi lainnya jarang mendapatkan perlakuan tetapi semuanya dapat hidup berdampingan dengan perbedaan jenis maupun ordo tanaman tersebut. Banyak sekali tumbuhan maupun jenis rumput yang tumbuh dengan sendirinya di lingkungan tersebut sehingga menjadikan taman ini menjadi hijau dan sejuk. Untuk tanaman yang ditanam secara langsung, penulis mempunyai catatan dan rekam jejak tumbuh kembang pohon tersebut. Penulis menjadi saksi kehidupan beberapa tanaman dari awal biji yang dibeli dari pasar hingga saat ini menjadi buah atau sayur yang bisa dikonsumsi manusia. Contoh tanaman tersebut adalah tanaman gambas (Luffa acutangula) dan cabai (). Penulis benar-benar menjadi pelaku penanaman benih gambas dan cabai tersebut. Sekitar tiga bulan yang lalu atau 2.592.000 detik yang lalu penulis meletakkan bijih gambas dalam olahan tanah pekarangan itu. Penulis memberikan siraman air pada waktu pagi maupun siang walaupun tidak begitu konsisten. Alhasil, waktu terus berjalan dan hari ini tanaman gambas sudah tumbuh lebat dan menempel pada pohon blimbing yang tersorot matahari. Beberapa hari yang lalu rekan penulis sudah mulai panen Sayur Gambas tersebut untuk dimasak bersama-sama. Ada sebuah perubahan kehidupan dalam diri tanaman-tanaman tersebut.


Setelah sejenak melakukan eksplorasi tersebut, penulis bergegas merefleksikan temuan tersebut dalam arsip memori pikiran ilmu alam semesta. Ada beberapa pertanyaan yang langsung muncul dalam benak penulis. Perubahan benih menjadi tanaman menjulang tinggi serta berbuah pada masanya itu merupakan fakta konkrit bahwa tanaman itu hidup. Pertanyaanya adalah siapa dibalik eksistensi kehidupan perubahan tanaman-tanaman tersebut? Perubahan yang tiga bulan lalu masih dalam bentuk benih dan tertimbun tanah, hari ini berubah menjadi pohon kokoh dan berbuah dimana didalamnya ada benih tanaman itu. Siapa yang mengajarkan pohon untuk mencari ruang terang sinar matahari untuk proses fotosintesis? Apa atau siapa yang menjadi pengendali kehidupan ekosistem alam pekarangan depan rumah?


Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, penulis mencoba mendalami ilmu eksistensi materi. Eisntein menyatakan bahwa eksistensi materi meliputi tiga hal yaitu dimensi ruang, masa dan waktu. Neurotransmitter penulis terus menghubungkan sinap-sinaps dendrite untuk mencari pola hubungan interaksi eksistensi alam semesta tersebut. Sebuah insight, penulis mengingat kata Tuhan. Tuhan yang Maha absolut, yang mempunyai hidup dan kehidupan. Penulis mengungkit rekaman memori terhadap beberapa kearifan universal di Nusantara seperti Tri Hita Karana. Sebuah disiplin keilmuan eksistensi yang meliputi dimensi Tuhan, Manusia dan Alam semesta. Ketiga hal itu tidak bisa dipisahkan. Masing-masing harus dipahami dan disadarkan agar menjadi satu kesatuan utuh pemahaman atau manunggaling kawula gusthi. Dari sinilah penulis tersadar bahwa Tuhan sebagai Sang Kholik menciptakan makhluk yaitu manusia dan alam semesta dengan akhlak penciptaanya. Manusia sebagai makhluk paling istimewa yang Tuhan ciptakan mempunyai peran dan fungsi fundamental untuk mengelola alam semesta sebagaimana kehendak dari Tuhan Yang Maha Menciptakan. Tugas berat manusia adalah memahami Tuhan-Nya agar selalu dekat dan tidak melanggar segala kehendak dan perintah-Nya.


Dimensi Tuhan



Barang siapa mengenal dirinya, dia akan mengenal Tuhannya. Inilah jargon para filosof yang menganggap bahwa manusia itu makhluk terunik di bumi ini. Kemampuan manusia untuk mengenal Tuhan menjadi kunci setiap perjalanan kehidupannya. Pertanyaannya adalah bagaimana kita mengenal Tuhan? Bukankah dia itu Maha Ghoib, tidak kelihatan tetapi Ada. Untuk mencoba menguraikan dan menjawab pertanyaan ini, kita kembali menganalogikan kisah perjalanan tanaman di pekarangan rumah. Tanaman-tanaman yang ada di pekarangan itu tumbuh dan berkembang. Awalnya berupa benih, kemudian berubah menjadi pohon dengan tinggi 1 cm, 5 cm, 15 cm dan sekarang sudah lebih dari 2 meter serta berbuah dimana menghasilkan benih didalam dirinya. Penulis mencermati pertumbuhan tanaman itu dan disana tidak muncul atau kelihatan ‘gentayangan’ dari Sang Maha Memberi Hidup. Tuhan tidak kelihatan pada saat mengendalikan tumbuhnya tanaman. Tidak ada hal-hal aneh atau penampakan dari diri Tuhan didepan rumah penulis. Ada sebuah kekuatan maha dahsyat kasat mata yang mampu merubah dan menghidupi fenomena alam di lingkungan tersebut. Dialah Tuhan Yang Maha Esa.


Dari analogi dan pendekatan itulah kemudian memahami akan sebuah eksistensi Tuhan. Tuhan yang menghidupi flora maupun fauna itu mempunyai dimensi yang sangat berbeda dengan makhluk ciptaannya. Ada beberapa informasi mengenai dimensi Tuhan itu yang disampaikan melalui kitab-kitab Tuhan. Banyak sekali Tuhan menjelaskan dirinya dalam tulisan-tulisan berbagai bahasa. Tuhan menjabarkan dirinya agar manusia mengakui eksistensi diri-Nya yang sangat esensial. Dari studi triangulasi kodefikasi kitab-kitab Tuhan, maka penulis menemukan beberapa dimensi dari Tuhan Yang Maha Esa. Beberapa dimensi Tuhan diantaranya bahwa Tuhan itu berbeda dengan makhluknya. Tuhan tidak bisa disamakan dengan segala ciptaanya apapun di muka bumi ini. Tuhan bukan seperti tanaman rambutan maupun burung kutilang serta benda apapun yang mewujud di muka bumi ini.


Kedua, Tuhan itu tidak bisa djangkau dengan pandangan mata manusia. Manusia mau menggunakan alat mikroskop paling canggih semodel apapun tidak akan pernah bisa melihat Tuhan. Dia sudah menyatakan bahwa Dirinya itu ghoib atau tidak terlihat oleh panca indera. Ketiga, Tuhan itu lebih dekat dengan pikiran manusia. Tuhan mempunyai sifat-sifat kebenaran universal alam semesta. Ilmu Tuhan ada disetiap perwujudan konkrit benda-benda di tata surya ini. Tuhan lebih dengan dengan pikiran bermakna bahwa hendaknya sifat unggul dari Tuhan itu ada dalam diri manusia. Manusia menjadi realisator dari rencana-rencana Tuhan, itulah makna Tuhan dekat dengan pikiran manusia. Keempat, Tuhan itu tidak pernah mengantuk dan tidak pernah tidur. Itulah kenapa para utusan Tuhan bukan menjadi Tuhan, karena ada perbedaan kekuatan dan eksistensi antara Tuhan dengan manusia. Manusia pasti tidur dan banyak mengantuk dalam setiap aktivitas kesehariannya. Kelima, dimensi Tuhan ada dimana-mana dan selalu ada bersama kita. Kita tidak pernah sendiri, selalu ada Tuhan. Begitu juga dengan burung kutilang yang selalu hinggap di depan rumah dengan kicauannya selalu bersama Tuhan. Tuhan selalu mengawasi segala perilaku makhluknya termasuk manusia ataupun tumbuh kembang pohon cabai yang ada di pekarangan rumah. Tuhan ada dimana-mana dan kursi Tuhan meliputi alam semesta karena Dia semuanya yang mengendalikan dan mengatur pola konektivitas antara makhluknya yang saling tergantung dan saling membutuhkan.


Itulah dimensi-dimensi Tuhan, Dia akan selalu ada bersama kita yang sedang menjalani kehidupan. Tuhan yang secara eksistensi tidak tampk dan kasat panca indera tetapi dia selalu mengawasi kemanapun dan dimanapun kita berada. Manusia terikat oleh kuasa Tuhan-Nya. Dengan memahami dimensi Tuhan maka kita akan mengetahui bagaimana cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Sesuatu pendekatan yang ilmiah universal untuk menjadi hamba-Nya yang kenal dengan pencipta-Nya.


Sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang



Mengenal Tuhan tidaklah cukup sekedar memahami dimensinya. Jauh lebih dari itu harus mengenal sifat-sifat utama Tuhan. Dalam beberapa referensi ada yang menyampaikan bahwa Tuhan itu mempunyai 99 sifat utama. Namun demikian, sifat utama dari Tuhan adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Hampir dalam setiap kitab-kitab Tuhan, sifat utama Dia adalah kasih sayang. Pertanyaannya adalah kenapa dua sifat utama itu yang Tuhan eksistensikan? Apa bedanya antara pengasih dan penyayang? Dua sifat utama itulah yang selalu Tuhan wujudkan dalam mengelola milyaran makhluk ciptaanya. Atas landasan itulah Tuhan itu menghidupi makhluknya yang ada di langit maupun di bumi. Dia selalu mengasihi dan manyayangi dan Dia tidak pernah menzolimi makhluknya. Ada perbedaan fundamental dari kedua sifat Tuhan tersebut. Tuhan Maha Pengasih mempunyai makna bahwa Tuhan itu selalu mengasihi secara fisik kepada makhluk ciptaanya.


Perwujudan atau manifestasi Tuhan sebagai Ar-Rahman adalah Dia selalu memberikan kebutuhan-kebutuhan fisik material kepada makhluknya. Dia menciptakan sinar matahari, udara, air, api untuk keperluan manusia dan makhluk lainnya. Siklus rantai makanan merupakan fakta konkrit bagaimana Tuhan mempunyai sifat Maha Pengasih kepada makhluk ciptaanya.  Itulah makna esensi dari maha Pengasih, selalu member tak harap kembali. Tuhan Maha Penyayang mempunyai makna bahwa Tuhan selalu menyayangi seluruh ciptaanya. Perwujudan dari Ar-Rahim adalah Dia mengajarkan ilmu kepada makhluknya. Tuhan mengajarkan ilmu yang sifatnya nilai atau esensi. Sebagai contoh manifestasi Maha Pengasih, Tuhan mengajarkan bagaimana burung itu terbang. Dia mengajarkan lebah untuk mencari tempat berlindung di bukit-bukti. Tidak kalah penting bahwa manusia, selalu diajarkan ilmu oleh Tuhan untuk mengelola alam semesta. Itulah makna Maha Penyayang, Dia menyayangi manusia dengan mengutus orang-orang pilihannya untuk mengajarkan hidup dan kehidupan alam universal ini. Perbedaan utama dari maha pengasih dan penyayang adalah terletak pada bentuk manifestasi Tuhan yang dia berikan baik secara fisik maupun secara nilai. Tuhan tidak pernah hanya memberikan udara untuk bernafas tetapi dia juga akan selalu mengajarkan nilai ilmu kepada manusia yang bernafas.


Pemahaman manusia akan sifat utama Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang menuntut kita untuk berlaku dan bertindak atas landasan tersebut. Orang selalu berbasmallah atau mengatasnamakan Tuhan Yang Maha Esa mempunyai konsekuensi segala pemikiran, perkataan dan perbuatan berdasar sifat utama pengasih dan penyayang. Salah satu perwujudan manusia yang telah menggenapi sifat utama itu adalah orang tua. Orang tua selalu melakukan sesuatu dengan kasih. Perwujudan Maha Pengasih manusia adalah selalu memberikan makanan fisik kepada anaknya. Tetapi hal itu tidaklah cukup. Orang tua harus memberikan sifat sayangnya kepada anak yaitu dengan mengajarkan suatu ilmu atau nilai kepada diri anak. Itulah manusia yang berjalan berdasarkan atas nama Tuhan. Kita sebagai manusia dewasa hendaknya sebelum melakukan sesuatu dilandasi spirit pengasih dan penyayang. Kita harus memberikan pelayanan kepada manusia lainnya secara materi sebagai bentuk kasih dan kita juga harus selalu mengajarkan kebenaran universal sebagai manifestasi sifat pengasih. Itulah harapan Tuhan terhadap orang-orang yang mengatasnamakan dirinya dalam setiap aktivitas. Pantulkan jiwa kasih dan sayang dalam setiap keluar dari rumah dan pada saat bertebaran dimuka bumi.


Prinsip Penciptaan Tuhan



Setelah kita mengenal dimensi dan sifat Tuhan maka berikutnya adalah memahami prinsip penciptaan Tuhan. Tuhan mempunyai aturan yang mengikat dirinya dalam setiap menciptakan suatu kejadian. Dia mempunyai hukum universal dalam setiap menjadikan sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Diatas prinsip penciptaan itulah Dia merealisasikan seluruh kejadian benda-benda konkrit yang ada di alam semesta. Untuk memhamai prinsip yang berjalan dalam setiap Dia menciptakan sesuatu maka pendekatan yang digunakan adalah penciptaan tanaman-tanaman yang ada di pekarangan rumah. Penulis merekam dan memahami setiap tumbuh kembang tanaman cabai dan sayur gambas. Ada beberapa kaidah-kaidah ilmiah yang ditunjukkan oleh tanaman sehingga menhasilkan sebuah sintesa akan prinsip-prinsip dari Sang pencipta tanaman dalam dia mengatur tumbuhan tersebut. Ada empat prinsip penciptaan yang dapat penulis rekam dan analisis dari fenomena karya Tuhan di tanaman tersebut.


Pertama, prinsip manajemen yaitu bahwa Tuhan selalu menciptakan sesuatu itu ada perencanaan, pelaksanaan dan kejadian. Itulah yang tersimpul dari tanaman, bahwa Tuhan merencanakan tanaman mlinjo keluar buah mlinjo, bijih gambas berbuah gambas, dan biji capai menghasilkan cabai. Aktivitas tanaman menunjukkan adanya sebuah pelaksanaan dalam dirinya. Tanaman itu harus terikat oleh dimensi waktu 3 bulan untuk merubah darinya dari benih cabai menjadi pohon besar kemudian menghasilkan cabai rawit kuning. Penulis baru bisa merasakan pedasnya cabai dan gurihnya sayur gambas setelah menunggu waktu cukup lama yaitu tiga bulan. Itulah prinsip manajemen kun-faya-kun, jadilah maka jadi. Jadi sebuah perencanaan, dilaksanakan dalam suatu proses perjuangan dan jadilah sesuai dengan apa yang direncanakan. Semuanya tidak ada yang bersifat mistis abakadabra, Tuhan menciptakan cabai dan gambas maupun srikaya terikat oleh proses waktu yang harus dilaluinya. Tidak ada yang tiba-tiba, tidak ada tanaman di pekarangan penulis yang hari ini ditabur benih seminggu berikutnya sudah berbuah. Sesuatu yang mustahil dan melanggar hukum penciptaan tuhan.


Kedua adalah prinsip penciptaan berupa kesepasangan. Sebagaimana dalam Tuhan menciptakan tanaman-tanaman yang ada di depan rumah, dalam masa perkembangannya ada tanaman yang tumbuhnya cepat dan lambat. Ada yang tetap eksis hidup tetapi ada juga yang mati. Diakhir masa berbuah ada pohon cabai yang berbuah tetapi ada juga yang tidak berbuah. Itulah prinsip kesepasangan bahwa Tuhan menciptakan suatu kejadian di alam semesta ini secara kesepasangan. Dia ciptakan manusia yang pandai-bodoh, tinggi-rendah, sehat-sakit. Alam pun diciptakan berpasang-pasangan seperti gelap-terang, siang-malam. Kahidupan sosial juga Tuhan ciptakan secara bergantian yaitu ada jaman berkat-kutuk, tegak-runtuh, kaliyoga-kertayoga, chaos-cosmos dan lain sebagainya. Kesepasangan ini diciptakan untuk fungsi saling melangkapi bukan saling meniadakan. Itulah perwujudan keadilan Tuhan yang selalu mempergilirkan kesepasangan kehidupan.


Prinsip yang ketiga adalah prinsip struktural. Prinsip hukum penciptaan ini merupakan sebuah sistematika bertingkat dalam Tuhan menciptakan kejadian. Tanaman cabai yang ada di rumah menjadi buktinya. Pada awal penanamannya tidak tiba-tiba di tanam. Tetapi melalui serangkaian proses kegiatan yang meliputi pencangkulan, pengolahan tanah, pemupukan, penyemaian, penyiraman, perawatan, tumbuh kembang, berbuah dan akhirnya layu dan mati setelah berbuah. Itulah kronologis sistemik penciptaan Tuhan. Dia selalu berjalan berdasar aturan tingkatan dalam aktivitasnya. Alam sosial juga demikian adanya, struktur kepemimpinan adalah menifestasi hukum structural dari Tuhan. Untuk bisa mengendalikan jutaan manusia Nusantara dibutuhkan sebuah structural kepemimpinan yang menata kelola sistem hidup bersama yang sistemik dan berkelanjutan. Prinsip yang keempat adalah prinsip keseimbangan. Tuhan selalu menciptakan sesuatu dengan seimbang. Seimbang bukan berarti sama rata. Dia memberikan beban tumbuhan sesuai dengan prosi kekuatan tumbuhan. Sesuatu akan rusak jika diciptakan dalam kondisi yang tidak seimbang. Tanaman melon yang pernah ditanam oleh penulis dan rekan semuanya mati sebelum berbuah karena ketidakseimbangan kadar air dan asam karena curah hujan yang tinggi. Begitu juga dengan beberapa tanaman yang kekurangan pupuk menjadikannya tidak subur dan lambat berkembang. Itulah empat prinsip penciptaan Tuhan. Diatas prinsip manajemen, kesepasangan, structural dan keseimbangan itulah Tuhan menciptakan segala sesuatu yang mewujud di alam makrokosmos ini.


Belajar dari fenomena etik tumbuhan flora yang menghasilkan temuan dimensi, sifat dan prinsip penciptaan Tuhan maka ada relevansi yang besar untuk manusia pahami dalam menjalani kehidupan ini. Manusia yang telah mengenal tuhan dari dimensinya makan akan lebih mudah dalam rangka mendekatkan dirinya kepada Sang Pencipta. Manusia tidak lagi bingung untuk mencari dimana Tuhan itu sembunyi. Karena hakikatnya Tuhan itu sangat dekat dengan manusia dan ada dimana-mana. Pemahaman yang benar akan dimensi Ketuhanan akan menjadikan manusia melakukan sesuatu berlandaskan sifat Ketuhanan. Manusia bijaksana akan selalu mengatasnamakan Tuhan dalam setiap perilakunya. Dia akan mengejawantahkan dirinya seperti halnya sifat Tuhan. Kita harus melandasi pemikiran, perkataan dan perbuatan atas nama Tuhan Yang maha Pengasih dan maha Penyayang. Sifat pengasih dan penyayang akan menjadikan manusia super. Manusia yang selalu member tak harap kembali dan selalu menyayangi makhluk ciptaan lainnya. Perwujudan kedua sifat itu dilakukan dengan perngorbanan harta dan jiwa. Dengan harta manusia akan memberikan sifat kasihnya secara materi kepada sesame sementara berkorban dengan jiwa diwujudkan dengan selalu mengajarkan ilmu sebagai infiltrasi sifat sayangnya kepada manusia lain.


Manusia yang mendalam ilmunya tentang dimesi Tuhan dan selalu melandasi sifat kasih sayang akan mudah dalam menciptakan sesuatu dalam hidupnya. Manusia adalah makhluk yang paling hebat. Setiap satuan detik selalu menghasilkan sebuah perubahan atau kejadian. Manusia selalu menciptakan sesuatu untuk memfasilitasi hidupnya. Dalam penciptaan kejadian atau benda-benda konkrit itulah manusia harus selalu berdasarkan empat prinsip penciptaan. Manusia dalam membuat sebuah produk apapun namanya selalu menggunakan prinsip manajemen, kesepasangan, struktural dan keseimbangan.


Itulah dimensi, sifat dan prinsip penciptaan Tuhan yang ditampakkan dari fenomena tanamanan depan pekarangan. Manusia dapat mengambil pelajaran dengan memaksimalkan panca inderanya. Dialam semesta itulah Tuhan menggelar dan menyimpan rahasia ilmuNya. Tujuan utama Tuhan merahasiakan ilmu itu agar manusia selalu mengaktifkan dendrite dan neuron serta neurotransmitter pikirannya. Ketika manusia sudah menemukan ilmuNya maka semakin dekatlah dia dengan Tuhan. Semakin tidak pernah menggunakan akal pikirannya maka semakin jauhlah dengan Tuhan. Hanya manusia-manusia pilihan yang akan mengenal Tuhan. Dia berkehendak kepada siapa saja yang mau berusaha mencarinya. Kita berjalan mencari Tuhan, Tuhan berlari mendekati kita. Itulah hakikat Tuhan menciptakan manusia, berharap bahwa manusia sadar akan tujuan utama diciptakan untuk menjadi potret dan gambar diriNya. Menjadi manusia paripurna dengan ilmu Tuhan transenden dan immanent dalam diri manusia yang akan menjadi wakilnya untuk mengelola alam semesta yang diciptakan-Nya. Menjadi solusi alternatif terhadap krisis multidimensi yang melanda lintas benua bahkan jagad raya. Itulah manusia yang dekat dengan Tuhan, mempunyai sifat kasih dan sayang serta berjalan diatas prinsip penciptaan Tuhan.

Penulis  : Heru Mulyantoro, M.Pd., (Sekretaris DPD GAFATAR Jawa Tengah)

No comments:

Post a Comment